Kura-kura raksasa yang ada di Taman Pantai
Kartini, Jepara, Jawa Tengah ini mempunyai fasilitas perpustakaan
tentang biota laut. Dengan tersedianya fasilitas perpustakaan,
diharapkan masyarakat tidak hanya sekadar menikmati keindahan aneka
biota laut yang tersedia di akuarium, tetapi mereka juga mengetahui
berbagai informasi tentang aneka biota laut. Kabupaten yang mempunyai
Motto: 'Trus Karyo Tataning Bumi' (Java language: 'Keep working hard to
build regional') ini dalam salah satu catatan sejarah sebagaimana
ditulis Tome Pires dalam bukunya yang sangat terkenal, Suma Oriental,
yang berisi tentang catatan perjalanannya di pantai utara pulau Jawa
antara bulan November 1513 - bulan Januari 1515. Dalam catatan Tome
Pires, pada tahun 1470 Jepara merupakan kota pantai yang baru dihuni
oleh 90 - 100 orang serta dipimpin oleh Aryo Timur. Dengan ketekunan,
keuletan, ketabahan, dan kegigihannya, Aryo Timur berhasil
mengembangkan kota pantai kecil yang dikelilingi benteng berupa kayu
dan bambu ini, menjadi sebuah bandar yang cukup besar. Bahkan ia juga
berhasil memperluas kekuasaannya sampai ke Bengkulu dan Tanjung Pura,
sekalipun Jepara masih berada di bawah kekuasaan Demak.
Kemudian, pada
tahun 1507 Aryo Timur digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus
yang pada waktu itu masih berusia tujuh belas tahun. Pati Unus dikenal
sangat dinamis. Ia bukan saja berhasil mengembangkan armada perang,
tetapi ia mampu meneruskan perjuangan ayahandanya di bidang ekonomi,
menjadikan Jepara sebagai bandar perdagangan. Jepara menjadi salah satu
pusat perdagangan di pesisir utara pulau Jawa. Belum genap lima tahun
memimpin Jepara, Pati Unus telah menggabungkan armada perang dengan
armada perang dari Palembang, untuk menyerang kolonialisme Portugis
yang bercokol di Malaka karena dipandang mengancam eksistensi Jepara.
Armada Pati Unus yang terdiri dari 100 buah kapal -yang paling kecil
beratnya 200 ton- ini sampai di Malaka tanggal 1 Januari 1513. Sayang,
penyerangan ini gagal. Dari 100 buah perahu yang dikirim ke Malaka,
hanya 8 buah yang dapat kembali ke Jepara.
Kegagalan ini menurut
penulis Portugis, Joan de Baros dalam bukunya “Kronik Raja D. Manoel,
Pati Unus” membuat Pati Unus sangat berduka dan kecewa, sehingga ia
memerintahkan kapal terbesar yang dapat kembali ke Jepara, untuk
diabadikan sebagai monumen perang di pantai Jepara . Pati Unus kemudian
digantikan oleh ipar Falatehan, yang namanya tidak tercatat dalam
sejarah. Ia berkuasa tahun 1521 hingga tahun 1536. Dalam
pemerintahannya, Jepara ikut membantu Falatehan dalam merebut Banten
dan Sunda Kelapa, termasuk mengusir bangsa Portugis dari Sunda Kelapa
tahun 1527. Kemudian oleh Sultan Trenggono, Jepara diserahkan kepada
menantunya yaitu Pangeran Hadiri pada tahun 1536. Suami Retno Kencono
ini akhirnya dibunuh oleh Ario Penangsang, sebagai akibat dari
perebutan kekuasaan di kerajaan Demak. Kematian Pangeran Hadiri membuat
Retno Kencana sangat berduka sehingga ia bertapa di bukit Danaraja. Ia
berjanji, tidak akan berhenti bertapa sebelum pembunuh suaminya tewas.
Harapan Retno Kencana ini akhirnya terwujud setelah Ario Penangsang
dibunuh oleh Sutowijoyo dengan tombak Kyai Plared. Retno Kencana
kemudian turun dari pertapaannya dan dilantik sebagai penguasa Jepara
dengan gelar Ratu Kalinyamat.
Penobatan ini berlangsung dengan Surya
Sengkolo Trus Karya Tataning Bumi yang diduga dilakukan tanggal 12
Rabiul Awal atau tanggal 10 April 1549. Berkat kepemimpinan Ratu
Kalinyamat, dalam waktu singkat Jepara telah berkembang bukan saja
sebagai Bandar terbesar di pesisir utara pulau Jawa, tetapi juga
memiliki armada perang yang sangat kuat. Oleh penulis Portugis, Diego
De Conto, Ratu Kalinyamat digambarkan sebagai “Rainha de Jepara senhora
pederose e rica,” yakni Ratu Jepara, seorang wanita yang sangat
berkuasa. Ratu Kalinyamat yang berkuasa selama 30 tahun lebih,
disamping pernah menyerang Malaka yang waktu itu dikuasai oleh
kolonialisme Portugis sebanyak dua kali, juga telah terbukti berhasil
membawa Jepara ke puncak kerjayaannya. Jepara berkembang menjadi bandar
perdagangan terbesar di pesisir pulau Jawa. Pada era ini, kerajinan
ukir mulai berkembang di Jepara. Salah satu bukti yang tak terelakkan
adalah adanya ornamen di masjid Mantingan, di mana Pangeran Hadiri
dimakamkan.
Ratu Kalinyamat kemudian digantikan oleh anak angkatnya
yang bernama Pangeran Jepara yang berkuasa dari tahun 1549 sampai tahun
1599, saat mana ia harus mengakhiri kekuasaannya karena diserbu oleh
Panembahan Senopati dari Mataram. Setelah era kerajaan Jepara runtuh,
diperkirakan terjadi kekosongan penguasa, sehingga sampai tahun 1616
tidak tercatat sejarah siapa yang memimpin Jepara. Baru pada tahun
tersebut, Jepara tercatat dipimpin oleh Kyai Demang Laksamana yang
kemudian digantikan berurut-urut oleh Kyai Wirasetia, Kyai Patra
Manggala, Kyai Wiradika, Ngabehi Wangsadipa, Kyai Reksa Manggala, Kyai
Waradika, Ngabehi Wangsadipa (jabatan kedua), Ngabehi Wiradika, Wira
Atmaka, Kyai Ngabehi Wangsadipa, Tumenggung Martapura, Temenggung
Sujanapura, Adipati Citro Sumo I, Citro Sumo II, dan Adipati Citro Sumo
ke III yang sekaligus menutup sejarah era kerajaan Mataram di Jepara
dan masuk pada era kekuasaan Belanda . Namun pada masa transisi ini
Belanda masih tetap memakai Adipati Citro Sumo III yang kemudian
digantikan oleh Citro sumo IV, Citro Sumo V, dan Adipati Citro Sumo VI.
Setelah Adipati Citro Sumo VI, Jepara kemudian dipimpin oleh Temenggung
Cendol. Namun jabatan ini tidak lama, karena Setelah Adipati Citro Sumo
VI kembali dari tuban tahun 1838, ia mendapatkan kepercayaan untuk
menjabat sebagai Bupati Jepara yang kemudian di lanjutkan oleh Adipati
Citro Sumo VII. Pada tanggal 22 Desember 1857, ia digantikan oleh
iparnya yang bernama Raden Tumenggung Citro Wikromo, yang kemudian
berturut-turut di gantikan oleh K.R.M.A.A. Sosroningrat, R.M.A.A.
Koesoemo Oetoyo, dan Sukahar, sekaligus mengakhiri era kekuasaan
Belanda dan masuk pada era pemerintahan militer Jepang. Pada awal
kekuasan Jepang, Bupati Jepara dipercayakan pada R.A.A. Soemitro Oetoyo
yang menjabat hingga awal kemerdekaan, yaitu hingga bulan Desember
1949. (Sumber: http://www.jeparakab.go.id)
No comments:
Post a Comment