Islam yang merupakan agama pembebas bagi kalangan tertindas dan hegemoni penguasa yang non Islam seperti Persia dan Romawi, acap kali dianggap agama yang identik dengan darah dan pedang. Anggapan tersebut sama sekali tidaklah terbukti karena Islam merupakan agama pembela bagi kalangan tertindas, tidak terkecuali di wilayah Afrika, khususnya sub-Sahara. Afrika sub-Sahara merupakan wilayah yang sangat luas yaitu mencakup seluruh wilayah Afrika minus Afrika Utara, Maroko, Algeria, Tunisia, Libya
dan Mesir.[1]
Afrika adalah tempat
bermacam-macam bangsa dan kebudayaan yang banyak sekali. Afrika adalah negeri
dengan pertentangan yang sangat mencolok dan keindahan yang liar. Di sana juga
terdapat banyak masalah termasuk perang, kelaparan, kemiskinan, dan masalah
penyakit. Di Afrika terdapat gurun Sahara yang merupakan gurun pasir terbesar
di dunia. Gurun itu terbentang mulai dari samudra Atlantik di barat hingga laut
merah di sebelah timur. Sahara meliputi seperempat dari seluruh benua itu.[2]
Realitas wilayah Afrika merupakan daerah yang berada dibawah kekuasaan kekaisaran Romawi, yaitu sebuah kekaisaran yang super power pada masa itu. Dalam sejarah peradaban dunia, bahwa kaisar-kaisar Romawi dikenal sebagai penguasa yang kejam, lalim dan berdarah penjajah. Namun pada kenyataannya, justru Islam dapat berkembang di Afrika dan populasi penduduk muslimnya mencapai 75 juta dari 500 juta jumlah populasi umat muslim seluruh dunia.[3] Di Afrika juga terdapat dinasti-dinasti yang ikut terlibat dan mewarnai Islamisasi di wilayah tersebut.
Berkaitan dengan hal diatas, makalah ini membahas
tentang bagaimana perjalanan penyebaran Islam di wilayah Afrika sub-Sahara sehingga Islam dapat diterima di
wilayah yang telah dikuasai oleh penguasa-penguasa Romawi. Akan tetapi, karena berbagai keterbatasan, tulisan ini tidak akan
membicarakan semua wilayah yang ada dalam Afrika dengan alasan bahwa cakupan
wilayah Afrika sangat luas. Dengan pertimbangan tersebut,
bahasan ini difokuskan pada Islamisasi di sub-Sahara dan menyinggung
wilayah Afrika Utara yang merupakan pintu gerbang Islamisasi di Afrika sub-Sahara.
A. Islamisasi di Afrika Utara
dari masa ke masa
Nama Afrika berasal dari bahasa latin, yaitu Africa
terra yang berarti tanah Afri. Afrika merupakan benua terluas nomor dua
setelah Asia, yaitu 20 % dari seluruh total daratan bumi dan penduduknya
mencapai sepertujuh dari seluruh populasi dunia.[4] Sebutan bagi penduduk Afrika biasa dikenal dengan nama Berber dan Negro.
Bangsa Negro sangat majemuk, bahkan mendominsi dari jumlah penduduk di benua
Afrika, aktifitas keagamaannya sangat beragam yang mempunyai peranan penting
dalam kehidupan sehari-hari.
Afrika
Utara adalah bagian dari daerah di benua Afrika di mana budaya dan
penduduknya berbeda dengan
daerah-daerah di Afrika lainnya. Afrika Utara
adalah sebuah kehidupan masyarakat Berber yang bersifat kesukuan,
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan patriarkhi.[5] Penduduk Afrika Utara
sebagian besar termasuk ras kulit putih dan merupakan penutur bahasa Afro-Asia.[6] Sebelum Islam masuk ke daerah Afrika Utara, daerah ini merupakan daerah dibawah kekuasaan Romawi.
Secara geografis, Afrika Utara merupakan wilayah
bergurun. Dalam terminologi Arab, daerah ifriqiyah merupakan
bagian dari Afrika Utara yaitu wilayah Libya, Tunisia, Al-Jazair, dan Maroko.
Seluruh wilayah tersebut oleh orang-orang Arab dikenal dengan sebutan
Al-Maghribi.[7]
Penyebaran Islam di Afrika bermula pada masa Nabi Muhammad ketika ada kontak pertama kali antara Islam
dengan Afrika, yaitu setelah para sahabat hijrah ke
Habsyi dan mendapatkan sambutan baik dari raja Najjasyi maupun penduduk
setempat. Penyebaran Islam kemudian dilanjutkan pada masa Khalifah Umar Ibn
Khattab dengan mengutus Amr ibn 'Ash. Pasukan muslim dibawah panglima Amr ibn
'Ash berhasil memasuki Mesir dengan mengelahkan tentara Bizantium yaitu pada
tahun 639-644 M, dan mendirikan kota Fusthat sebagai ibu kota pertama di wilayah
Afrika.[8]
Penyebaran Islam ke wilayah Afrika kemudian
dilanjutkan oleh khalifah ke tiga yaitu Khalifah Utsman ibn Affan dengan mengirim Abdullah
ibn Sa’ad ibn Abi Sarah yang berhasil mengalahkan tentara Romawi di Laut Tengah
dan mengalahkan tentara Bizantium dan terus maju sampai ke Barqah dan Tripoli dan terus merangsek sampai ke daerah Carthage,
yaitu ibu kota Romawi di Afrika Utara.[9]
Perluasan wilayah Afrika sedikit terganggu dengan adanya suhu politik di
Madinah yang kurang mendukung sehingga perluasan wilayah tidak memungkinkan
untuk dilanjutkan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Raja Konstantine III untuk
merebut kembali kekuasaannya atas wilayah Afrika.
Penyebaran Islam mengalami kemajuan pesat ketika pada
masa Muawiyah ibn Abi Sofyan dengan
mengutus seorang yang bernama Uqbah ibn Nafi' menjadi gubernur di Afrika pada 666 M dan
menjadikan kota Qayrawan sebagai ibu kota. Dengan keberaniannya, ia membersihkan pengacau dan sekaligus memulihkan
keadaan, ia merupakan orang pertama yang menembus padang pasir Sahara.[10]
Masuknya Islam ke Afrika Utara merupakan moment
penting bagi masa depan Islam secara keseluruhan di benua Afrika dan daratan
eropa yang selama berabad-abad berada dibawah kekuasaan Kristen. Dalam
peradaban Islam, Afrika Utara tidak dapat dilupakan begitu saja. Hal ini
dikarenakan Afrika Utara merupakan pintu masuk dari sentral penyebaran Islam,
yakni Timur Tengah. Bukti kemajuan di Afrika Utara dalam peradaban Islam adalah dalam bidang arsitektur, seni, dekorasi
dan intelektual. Diantara tokoh yang terkenal dalam bidang intelektual adalah
Ibn Batuta (Biologi), Ibnu Khaldun (sosiologi) dan Ibn Zuhr.[11]
Perjalanan panjang penyebaran Islam tidak serta
merta berjalan dengan mudah, akan tetapi melalui beberapa rintangan baik
rintangan dari dalam maupun dari luar. Pergolakan politik yang terjadi dalam pemerintahan pada saat itu,
dimanfaatkan oleh bangsa Berber untuk melakukan pemberontakan. Pemberontakan
silih berganti baik yang dilakukan orang-orang Berber sendiri dengan maksud
melepaskan diri dari kekuasaan orang Islam. Misalnya, pemboikotan yang
dilakukan oleh Kusailah pada masa Muawiyah. Pada tahun 683 M orang-orang Islam
di Afrika Utara mengalami kemunduran karena orang-orang Berber
di bawah pimpinan Kusailah bangkit memberontak dan mengalahkan 'Uqbah di Tahuza
pada saat pulang ke ibu kota Qayrawan. Dia dan pasukannya tewas dalam
pertempuran tersebut.[12]
Rintangan dari pihak luar, misalnya, keinginan
bangsa Romawi atas wilayah Afrika maupun penjajahan bangsa
Eropa.[13] Pada saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik ibn Marwan pada masa
Daulah Umayyah, Afrika Utara dapat direbut kembali dari kekuasaan Romawi dan berhasil mengalahkan perlawanan bangsa Berber.
B.
Dinasti-dinasti Yang Mewarnai Islamisasi di Afrika Utara
Telah disinggung sebelumnya bahwa 'Uqbah
mendirikan kota militer yang termasyhur yaitu Qayrawan
di sebelah selatan Tunis. Pendirian ini bertujuan untuk mengendalikan orang-orang
Berber yang terkenal ganas dan sukar diatur sekaligus membentengi diri dari
orang-orang Romawi. Afrika Utara memasuki babak baru dan
Islamisasi dapat dilanjutkan kembali. Sejak saat itu, Afrika Utara melepaskan diri dari wilayah kekuasaan mesir dan berdiri sebagai
wilayah tersendiri yang dipimpin oleh seorang gubernur.[14]
Pada masa pemerintahan dipegang oleh Musa, Afrika Utara mengalami kemajuan yang pesat dan terjadi perubahan dan membuat
stabilitas keamanan serta perubahan yang sangat berarti baik dibidang sosial
maupun politik sehingga Islamisasi baru dapat berjalan lancar.
Sebagai apresiasi terhadap pasukan muslim bahwa mereka bukan hanya sekedar
mengIslamkan kaum Berber semata namun juga mengajarkan pengetahuan yang
mendalam mengenai agama tersebut termasuk didalamnya pengetahuan bahasa arab
sehingga bahasa arab sebagai bahasa percakapan di Afrika utara sampai sekarang.
Keberhasilan tersebut tidak lepas atas dukungan
kaum Khawarij yang ikut terlibat sehingga Islam benar-benar dapat diterima dan
mengakar di kalangan Afrika Utara.[15] Pergolakan politik yang terjadi pada masa dinasti
Umayyah yang mengakibatkan pergantian kekuasaan Bani Umayyah kepada Bani Abbasiah, dan
peralihan kekuasaan kekhalifahan Islam dari damaskus di Syiria ke Baghdad di
Persia tampaknya tidak dapat dipungkiri sebagai awal munculnya dinasti-dinasti
baru di Afrika utara. Hampir seluruh wilayah Afrika Utara melepaskan diri dari kekuasaan dinasti Abbasiah.[16]
Diantara dinasti yang muncul di Afrika utara adalah;
1.
Dinasti Idrisiah
Di wilayah Maroko, Idris ibn Abdullah setelah
gagal melakukan pemberontakan terhadap Abbasiah, ia melarikan diri ke Maroko
dan mendirikan dinasti Idrisiah (788-974 M) yang beribu kota di Fas. Dinasti
ini yang pada akhirnya ditaklukkan oleh panglima Ghalib Billah dari dinasti
Umayyah di Andalusia. Idrisyah merupakan dinasti Syi'ah pertama dalam sejarah
Islam.[17] Idrisiyyah adalah dinasti pertama yang
berupaya memasukkan doktrin Syi'ah, meskipun dalam bentuk yang sangat lunak, ke
Maghrib. Sebelumnya, wilayah itu didominasi oleh kaum Khawarij.[18]
Periode Idrisiyah sangat penting bagi
penyebaran kultur Islam di kalangan masyarakat Berber di dalam negeri. Namun
selama pemerintahan Muhammad al-Muntashir, berbagai wilayah kekuasaan Idrisiyah
terpecah secara politis sehingga menjadi mangsa serangan musuh-musuh mereka
yaitu Berber, terutama abad ke sepuluh dengan munculnya dinasti Fathimiyah.
2.
Dinasti Rustamiyah
Dinasti ini didirikan oleh Abdurrahman
ibn Rustam. Ia merupakan pemimpin suku Berber dari jabal Nefusa yang menganut
faham Kharijiyah sekte Ibadiyah, berhasil menduduki Tripoli dan Qayrawan.
Selanjutnya pada tahun 761 M, ia pergi ke Aljazair barat dan mendirikan basis
Kharijiyah yang kemudian dinamakan dinasti Rustamiyah yang beribu kota di
Tahert (Al-Jazair). Dinasti ini bertahan sampai tahun 909 M.[19] Rustamiyah memiliki nilai
penting bagi sejarah Islam Afrika Utara yang tidak sebanding dengan masa dan
lingkup kekuasaan politis mereka.
Mayoritas Berber Afrika Utara menganut sekte
Kharijiyah yang radikal, equalitarian, dan religio-politis, yang merupakan
bentuk protes terhadap dominasi tuan-tuan mereka yang Arab dan ortodok.
Sementara di Timur, Kharijiyah merupakan sekte minoritas yang ekstrim dan
kasar. Sedangkan di Barat,
Kharijiyah merupakan sebuah gerakan massa yang lebih moderat. Namun dengan
bangkitnya Fathimiyah yang Syi'ah di Maroko berakibat fatal bagi Rustamiyah (777-909
M) dan berakhirlah dinasti ini sebagaimana
bagi dinasti-dinasti lokal lainnya.[20]
Di bawah Rustamiyah, Tahart mengalami kemakmuran material yang luar biasa,
menjadi terminal di Utara dari salah satu rute kafilah trans-Sahara
3.
Dinasti Aghlabiyah
Dinasti
Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama
kurang lebih l00 tahun (800-909 M), dan berpusat di Sijilmasa.[21]
Wilayah kekuasaannya meliputi
Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Aghlab.[22] Ayah Ibrahim ibn Al-Aghlab adalah seorang
pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M, Ibrahim diberi
profinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun Al-Rasyid sebagai imbalan atas
pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar. Pemberian ini meliputi hak-hak otonomi yang besar.
Pada masa
Ziyadatullah I, dimulailah proyek merebut Sisilia dari tangan Bizantium.
Penaklukan ini agar dapat mengalihkan energi fanatis ke jihad melawan
orang-orang kafir. Dengan demikian akhirnya Sisilia berada dibawah penguasa muslim
Aghlabiyah untuk pertama kalinya. Wilayah ini merupakan pusat penting bagi
penyebaran kultur Islam ke Eropa. Keberhasilan pada masa Aghlabiyah adalah membangun
masjid Agung Qayrawan dan masjid Tunis.[23]
4.
Dinasti Murabbitun
Dinasti Murabbitun adalah salah satu dinasti Islam
yang berkuasa di Maghribi. Mula-mula pemimpin Shanhaja, Yahya ibn Ibrahim,
berangkat haji dan sekembalinya dari Arabia, dia mengundang seorang alim yang
terkenal di Maroko yaitu Abdullah ibn Yasin untuk berdakwah ditengah kaumnya. Kelompok
ini berawal dari 1000 anggota pejuang yang kegiatan mereka menyebarkan agama
Islam dengan mengajak suku-suku lain untuk memeluk agama Islam.[24]
Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus dengan beribu kota di Marakesyi
(1056-1147).
Pada saat kepemimpinan dipegang oleh Abu Bakar, ia
meneruskan penaklukan ke Sahara Maroko dan lambat laun mengembangkan sistem
kesultanan. Dan pada masa kepemimpinan Yusuf Tasyfin,
Murabbitun mengalami kejayaan dan menyeberang ke Spanyol kemudian berhasil
merebut Granada dan Malaga. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir
al-Mukminin.[25]
- Dinasti al-Muwahhidun
Berdirinya dinasti al-Muwahhidun (1130-1269
M) ini berangkat dari reaksi kekecewaannya atas al-Murabbitun yang telah
melanggar dan banyak menyimpang dari aqidah. Dinasti al-Muwahhidun dapat
mengalahkan Murabbitun dan menjadikan Marakesy sebagai ibu kota, dan kekuasaannya meliputi sebagian wilayah Andalus.[26]
Marakesy merupakan daerah yang tidak kalah pentingnya dengan Baghdad yaitu
sebagai kota peradaban dan ilmu pengetahuan. Abdullah ibn Tumart, seorang sufi
masjid Cordova pada masa akhir Murabbitun, melihat kemungkaran dan sepak
terjang kaum Murabbitun yang sudah tidak mengikuti aqidah Islam dan berkeinginan
untuk memperbaikinya.
Setelah ia selesai belajar dengan
al-Ghazali, ia pun mengkritik dan mencela perbuatan raja-raja Murabbitun karena
menurut keyakinannya tidak mengikuti sunnah Rasul. Pengikut Abdullah disebut
muwahhidun yaitu bala tentara tauhid. Meskipun ibn Tumart adalah pencetus
dinasti al-Muwahhidun namun ia tidak pernah menjabat sebagai sultan dan justru
yang terkenal adalah Abd. al-Ma'mun yang awalnya sebagai panglima dan memimpin
selama 33 tahun dan berhasil membawa kemajuan dengan pesat.[27]
6.
Dinasti Fatimiah
Berdirinya Dinasti ini bermula menjelang abad
ke-X, ketika kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad mulai melemah dan wilayah
kekuasaannya yang luas tidak terkordinir lagi. Kondisi seperti inilah yang
telah membuka peluang bagi munculnya Dinasti-Dinasti kecil di daerah-daerah,
terutama di daerah yang Gubernur dan sultannya memiliki tentara sendiri.
Kondisi ini telah menyulut pemberontakan-pemberontakan dari kelompok-kelompok
yang selama ini merasa tertindas serta memberi kesempatan bagi kelompok Syi’ah,
Khawarij, dan kaum Mawali untuk melakukan kegiatan politik.
Dinasti Fathimiyah bukan hanya sebuah wilayah
gubernuran yang independen, melainkan juga merupakan sebuah rezim revolusioner
yang mengklaim otoritas universal. Mereka mendeklarasikan adanya konsep imamah
yakni para pemimpin dari keturunan Ali yang mengharuskan sebuah redefinisi
mengenai pergantian sejarah Imam atau mengenai siklus eskatologis sejarah.
Kekhalifahan ini lahir di antara dua kekuatan besar yaitu Abbasiah di Baghdad
dan Umayyah di Cordova.[28]
Dinasti Fathimiyah berkuasa sekitar tahun 909-1171
M atau kurang lebih 3 abad lamanya. Dinasti ini mengaku keturunan Nabi Muhammad
melalui jalur Fatimah az-Zahro. Gerakan ini berhasil merealisir pertama kali
pembentukan pemerintahan Syi’i yang eksklusif. Keberhasilan menancapkan doktrin
Ismaili, dalam perkembangannya mampu memberi perlindungan imam-imam mereka di
Salamiyah, Syria dan telah memudahkan pengorganisasian dakwah Fatimiyah. Meskipun
dakwah Fatimiyah ini dimulai sejak dini, namun baru pada masa Abu Ubaidillah
Husein, generasi keempat setelah Ismaili, baru mulai berkembang pesat.
Ubaidillah merupakan khalifah pertama, ia datang
dari Syria ke Afrika Utara menisbahkan nasabnya hingga Fatimah binti Rasulullah,
oleh karena dinasti ini dinamakan dinasti Fatimiyah. Dinasti ini semula di
Afrika Utara, kemudian di Mesir dan Syria.[29]
dimana propaganda Syi’ah telah berkembang dengan pesat. Ia memimpin dakwahnya dengan
memenangkan dukungan luas dari daerah-daerah yang kurang diperhatikan oleh Khalifah
Abbasiyah. Lewat para da’i, akhirnya berhasil menjadikan kaum Berber sebagai
pendukung kepemimpinan Ubaidillah al-Mahdi. Selanjutnya, atas dukungan besar
inilah, ia menumbangkan gubernur-gubernur Aghlabiyah di Ifriqiyah dan
Rustamiyah di Tahart.[30]
Keberhasilan pemerintahan Fatimiyah ini ditandai
dengan pindahnya pusat pemerintahan ke Kairo dengan ibu kota baru di Mesir yaitu
al-Qohirah serta Masjid al-Azhar sebagai pusat pendidikan para da’i dan Khalifah
al Muizz pindah ke ibu kota baru tersebut. Hampir seluruh daerah Afrika Utara
bagian Barat dapat dikuasai Fatimi, terutama setelah menaklukan wilayah Maghrib.
Dinasti Fatimiyah ini akhirnya makin berkembang dalam berbagai aspek kehidupan,
karena ditopang dengan kekuasaan yang luas dan mampu membangkitkan berbagai macam
aksi yang bersifat wacanis (keilmuan), perdagangan, keagamaan, walaupun peralihan
kekuasaan ke wilayah timur, berlahan-lahan melenyapkan kekuasaan mereka dibagian
Barat.
C.
Islamisasi di Afrika sub-Sahara
Afrika sub-Sahara adalah
istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan negara-negara di benua Afrika
yang tidak dianggap termasuk bagian Afrika Utara.[31]
Sejak zaman es, wilayah Afrika Utara dan Afrika sub-Sahara telah dipisahkan
oleh iklim yang luar biasa keras di daerah Sahara yang jarang penduduknya
membentuk sebuah rintangan alami yang dilalui hanya oleh sungai Nil. Sungai Nil
merupakan jalan utama yang menghubungkan Afrika Utara dan Afrika sub-Sahara
yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara utara dan selatan.[32] Afrika merupakan wilayah penghasil seperempat kekayaan bumi di dunia, namun
daerah ini mendapat predikat wilayah termiskin di dunia.[33] Kondisi ini diakibatkan oleh warisan kolonialisme, neokolonialisme, konflik
antar etnis dan pergolakan politik yang silih berganti terjadi akibat konflik internal
maupun eksternal.
Sejarah awal Islamisasi di Afrika sub-Sahara tidak
berbeda dengan masuknya Islam di Asia Tenggara yaitu dengan cara damai dan
melalui perdagangan tanpa pertumpahan darah.[34] Menurut Hasan, sebagaimana yang dikutip oleh Karim,[35] bahwa Uqbahlah yang pertama kali menembus padang
pasir Sahara sampai ke wilayah Sudan, Ghana, Awdaghost bahkan sampai ke Kawar. Namun akhirnya Uqbah digantikan oleh Abdul
Muhajir atas permintaan Maslamah yaitu penguasa Afrika. Pada masa Yazid I, 'Uqbah dipercaya kembali sebagai panglima. Ia memimpin
pasukan muslim dan memperluas kekuasaannya sampai ke Maroko. Dengan kegigihan
dan semangat yang membara, seluruh Ifriqiyah dan daerah al-Maghrib al-Aqsa
dapat dikuasai dengan cepat sehingga 'Uqbah mendapat julukan "Alexander
Muslim I".[36]
Dengan demikian, Islam masuk ke Afrika sub-Sahara
melalui tiga wilayah;[37]
pertama, dari bagian utara. Islam mulai menyebar mulai tahun 1000 an M di
beberapa wilayah Sudan yaitu Niger dan Chad.[38]
Islamisasi terjadi melalui migrasi pedagang-pedagang muslim, sejumlah guru,
murid, dan juga datangnya pedagang dari Mediterania sehingga terbentuklah
masyarakat muslim minoritas di beberapa wilayah Afrika sub-Sahara.[39]
Dari kelompok inilah kemudian Islam mengepakkan sayapnya dengan cara
mengislamkan penguasa-penguasa lokal dan kemudian menyebar luas ke masyarakat
dan para petani.
Kedua, melaui bagian Timur, yaitu dari Zayla',
yang sekarang dikenal dengan nama Somalia, mulai abad ke-9. Pengislaman wilayah
ini hampir sama dengan bagian-bagian lain Sudan yaitu melalui perdagangan, akan
tetapi mayoritas berasal dari Mesir dan saudi Arabia. Ketiga, melalui bagian
selatan yaitu Afrika selatan. Islam berkembang dimulai pada masa penjajahan belanda
yang tergabung dalam dua gelombang. Gelombang pertama adalah orang-orang dari
Melayu, Bengal, Malabar dan Madaskar yang dibawa oleh pemerintah Belanda ke
Afrika Selatan sebagai tahanan dan budak. Gelombang kedua adalah para pekerja
dan pedagang yang datang dari Calcuta, Madras, Bombay dan Gujarat yang datang
pada abad ke-19.[40]
Selain Islamisasi
dilakukan secara formal oleh al-Murabithun dan al-Muwahhidun, Islamisasi juga
dilakukan dengan cara kultural. Islamisasi tersebut dilakukan melalui media
perdagangan. Mereka membangun pemukiman pedagang muslim di wilayah Sudan.
Sambil melakukan proses perekonomian, mereka juga melakukan dakwah Islamiah. Di
sepanjang bagian barat Afrika sub-Sahara, Islam dapat diterima dengan mudah
oleh suku Soninke dan nenek moyangnya suku Tokolor. Dari sini penyiaran Islam
ke timur sampai ke lembah Senegal. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses
Islamisasi di Sub-Sahara persis seperti di Nusantara, yaitu melalui jalur
perdagangan.[41]
D.
Kesimpulan
Terjadinya perebutan kekuasaan diantara sesama
muslim bukan lantas Islam dianggap sebagai agama yang ditegakkan dan berkembang
dengan darah atau pedang, karena anggapan tersebut merupakan anggapan yang
tidak obyektif. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh warisan atas kondisi
sosio-politik yang berkembang pada saat itu, karena Afrika Utara pernah dibawah
kekuasaan Romawi, dan juga pengaruh emperialisme penjajah dan pertikaian antar
etnis tidak dapat dikesampingkan sebagai penyebab adanya anggapan tersebut.
Islamisasi di Afrika
diawali jauh sebelumnya yaitu pada masa Nabi Muhammad dengan beberapa sahabatnya
ketika hijrah ke Habsyi. Perjalanan panjang Islamisasi ke Afrika melalui jalur Afrika
Utara yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap penduduk setempat. Setelah itu
barulah Islamisasi di di Afrika sub-Sahara dilakukan dengan tokoh Uqbah ibn
Nafi'. Islamisasi di Afrika sub-Sahara menggunakan 3 jalur, yaitu melalui
ekspansi militer, melalui jalur dakwah, dan melalui jalur perdagangan. Dengan
demikian bisa dikatakan jika Islamisasi di Afrika sub-Sahara mirip dengan
Islamisasi di Indonesia, yaitu melalui jalur dakwah dan jalur perdagangan.
Uqbah ibn Nafi merupakan
tokoh yang paling berjasa dalam sejarah Islamisasi di Afrika sub-Sahara. Kini negara-negara
di Afrika sub-Sahara penduduknya mayoritas beragama Islam. Dialah yang berperan
cukup besar dalam menembus padang pasir Sahara, termasuk wilayah-wilayah Sudan.
Ia juga berhasil membuka jalan ke Awdagost. Sebagai wali Ifriqiyah pertama,
Uqbah telah menembus daerah-daerah itu bahkan sampai ke Kawar dan beberapa
wilayah Negro, dan pada periode kedua (semasa Yazid ibn Muawiyah) ia memperluas
wilayah kekuasaannya sampai ke Maroko.
Daftar Pustaka
Bosworth,
C. E. Dinasti-Dinasti Islam, Bandung: Mizan, 1983.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogjakarta:
Pustaka Book Publisher, cet; II, 2009.
Lapidus,
Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam Vol. 1 & 2, terj. Ghufron A.
Mas'udi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1988.
Mahmudunnasir,
Syed. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi, Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994.
Mufrodi,
M. Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Muhsin,
Imam. "Peradaban Islam Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti Maryam
dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI, 2002.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Bogor : Kencana, 2003.
Wildan, Muhammad. "Peradaban
Islam di Afrika sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta:
LESFI, 2002.
http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Sub-Sahara.
http://novanardy.blogspot.com/2010/01/islamisasi-di-afrika-sub-Sahara.html.
http://novanardy.blogspot.com/2010/01/islamisasi-di-afrika-sub-Sahara.html.
[1] Muhammad Wildan, "Peradaban Islam di Afrika
sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm.
300.
[2] http://novanardy.blogspot.com/2010/01/islamisasi-di-afrika-sub-sahara.html.
[3] Wildan, Peradaban, hlm.
321.
[4] Luas Afrika mencapai 30.224.050
km2, dan di benua inilah pertama kalinya tempat yang didiami nenek
moyang manusia dan awal populasi manusia dimulai hingga berkembang ke semua
benua di dunia. M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Yogjakarta:
Pustaka Book Publisher, cet; II, 2009), hlm. 209.
[5] Patriarkhi adalah bapak sebagai
pemimpin/ kepala keluarga. Imam Muhsin, "Peradaban Islam Pra-Modern di
Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari
Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 258.
[7] Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 313.
[8] Karim, Sejarah, hlm. 184.
[12] Semula Kusailah adalah seorang pemimpin
bangsa Barbar yang telah berhasil dirangkul ke pihak Islam oleh Abdul Muhajir, yaitu
seorang hamba sahaya milik Maslamah Ibnu Makhad. Karena Kusailah tidak menyukai
kembalinya 'Uqbah sebagai pemimpin, akhirnya Kusailah keluar dari Islam dan
melakukan pemberontakan terhadap orang-orang Islam di bawah pimpinan 'Uqbah. Ibid.,
hlm. 260-261.
[13] Daya tarik Afrika disamping tambang emas
yg melimpah, juga perdagangan budak dari wilayah Afrika. Mula-mula Negara Eropa
yang pertama kali datang ke Afrika adalah Portugis dan kemudian diikuti oleh
Prancis, Inggris, dan Belanda untuk memperebutkan Afrika sub-Sahara. Wildan, "Peradaban", hlm. 312-313, 321.
[14] Muhsin, "Peradaban",
hlm. 260.
[17] Karim, Sejarah,
hlm. 188. Mengenai masa kekuasaan dinasti Idrisiyah, menurut Mufrodi, Idrisiyah
berkuasa mulai tahun 789-926. lihat, M. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
[18] C. E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung: Mizan, 1983), hlm.
42.
[19] Muhsin, "Peradaban, hlm. 263.
[20] Bosworth, Dinasti, hlm. 44-45.
[21] Karim, Sejarah, hlm. 188.
[22] Bosworth, Dinasti, hlm. 45-46.
[23] Ibid., hlm. 46.
[24] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan
(Bogor : Kencana, 2003), hlm. 131.
[25] Ibid., hlm. 133. Menurut Sunanto, bahwa Murabbitun berkuasa sejak 1088-1145,
namun menurut Bosworth adalah 1056-1147, lihat, Bosworth, Dinasti, hlm. 49.
[27] Sunanto, Sejarah, hlm.139.
[28] Karim, Sejarah, hlm. 192.
[29] Mufrodi, Islam, hlm.116.
[30] Bosworth, Dinasti, hlm. 71.
[32] http://novanardy.blogspot.com/2010/01/islamisasi-di-afrika-sub-sahara.html.
[33] Karim, Sejarah, hlm. 188
[34] Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Ummat Islam Vol. 1 & 2, terj. Ghufron A. Mas'udi (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1988), hlm. 750.
[35] Pergantian ini sebenarnya
disebabkan oleh perjanjian rahasia antara Muawiyah dengan Abdul Muhajir disaat
terjadi gejolak politik pada masa khalifah Ali. Selengkapnya lihat, Karim, Sejarah,
hlm. 184-186. Lihat juga, Muhsin, "Peradaban", hlm. 259.
[36] Lihat, Karim, Sejarah, hlm. 186.
[38] Sudan merupakan istilah yang
dipakai untuk menamai seluruh wilayah Afrika sub-Sahara sebelum terbentuknya
negara-negara pada era modern. Sudan berasal dari kata aswadun, dan dari
pengertian inilah muncul istilah Afrika Hitam yang mempunyai pengertian yang
sama dengan Afrika sub-Sahara. Ibid., hlm. 301.
alhamdulillah tad lawong da exis gt kok oke tunggu tar di kirim cara-cara lain
ReplyDelete